Sabtu, 22 Juni 2013

Reflection "Pemimpin yang Rendah Hati"



Yohanes 3 : 22-36

 


Jabatan dan kekuasaan memiliki magnet  yang kuat untuk mengubah perilaku dan pola hidup seseorang secara drastis. Perubahan itu meng-arah pada dua hal, yakni menjadikan seseorang semakin rendah hati; atau menjadikan seseorang semakin tinggi hati. Pada kenyataannya dari kedua perubahan ini, yang sering terjadi dengan jabatan dan kekuasaan (pemimpin) yang dimiliki seseorang membuat ia menjadi angkuh, sombong, dan arogan. Salah satu dampak dari tinggi hati itu adalah tidak mau disaingi oleh orang lain. Inilah bibit perpecahan dalam persekutuan.

Sebagai pemimpin mari belajar dari Yohanes pembaptis. Sebelum Yesus tampil dimuka umum, Yohanes pembaptis adalah seseorang yang sangat popular dengan baptisan yang dilakukannya. Tetapi popularitas yang dimiliki Yohanes tidaklah membuat ia tinggi hati. Karena ia mengerti keberadaannya. Hal ini terlihat jelas ketika ia dan murid-muridnya membaptis orang-orang di Aonin, dekat Salim. Pada waktu yang sama Yesus dan murid-murid-Nya juga berada di sekitar daerah itu. Lalu semua orang datang kepada Yesus untuk dibaptis oleh murid-murid-Nya, dan meninggalkan Yohanes pembaptis. Hal ini membuat murid-murid Yohanes protes kepadanya karena ada orang yang bernama Yesus menyaingi popularitasnya (ay.25,26). Tetapi sebagai pemimpin yang berjiwa besar dan rendah hati, Yohanes pembaptis mengakui bahwa seharusnya orang datang kepada Yesus bukan Kepadanya. Karena Yesus adalah Mesias, sedangkan ia bukan Mesias. Ia hanya diutus mendahui-Nya (ay.28). Karena itu seharusnyalah Ia (Yesus) semakin besar, tetapi aku harus semakin kecil (ay.20).

Jika seorang pemimpin memiliki sifat rendah hati maka komunitas yang dipimpinnya tetap eksis dan jauh dari masalah perpecahan.


“Pemimpin yang rendah hatiselalu berjiwa besar untuk mengakui dan menerima kelebihan orang lain; dan secara otomatis ia pun sukses menciptakan kader-kader untuk masa depan komunitas yang dipimpinnya.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar